22 Juni 2011

Kopi Hitam,Terakhir Ku ,,


               Hari ini,tepat pada sachet kesepuluh atau terakhir,, kopi ku habis malam ini. Dengan segala rasa dan suasana yang ada,ku coba buat salam perpisahan yang manis bagi dia. Aku bukan peramu kopi yang handal,aku tidak tahu-menahu berapa derajat,suhu air yang pas untuk menyajikannya,dan aku juga tidak paham seluk-beluknya. Aku hanya pemuda,yang mencoba mencari kehangatan,di atas segala kepahitannya. Entah kapan,aku mulai mencicipinya,mungkin saat aku sadar,bahwa hanya ada aku dan dia. Kami tak banyak bercerita,kami hanya terdiam dan saling pandang untuk beberapa saat. Mungkin,kami menyimpan rahasia masing-masing. Dia sangat hangat bagiku,padahal ini adalah waktu perpisahan antara aku dan dia. Tapi,dia tak mempedulikan hal itu,dia tetap konsisten dengan dirinya,walau ini hari terakhirnya. Aku senang,dia tak mengkhawatirkan hal ini,karena mungkin,ini sudah menjadi takdirnya. Aku hanya terdiam,dan aku tahu akan kehilangan,ku mencoba menahan semua rasa,yang telah kami lalui bersama. Semua rasa di atas segala kepahitannya.
            Perlahan,aku menyadari,ada sesuatu dalam hatiku,tapi aku hanya diam dan menyimpannya,karena aku tak ingin,membuat pertemanan kami memudar,hanya karena rasa ini. Dia,akan selalu ada di pergantian hari,dan dia selalu ada,saat aku sudah kehilangan mentari pagi,karena adanya,aku masih bisa bermurah senyum untuk keadaan ku. Aku belum pernah melihatnya tersenyum,tapi aku hanya mendengar tawanya. Tapi,kali ini dia hanya terdiam,dan masih menyimpan rahasia,begitu juga aku. Dia,mulai berubah,suhunya mulai mendingin,aku hanya mampu melihatnya,tanpa berbuat sesuatu untuk menolongnya. Aku terus menahan,rasa ini. Rasa yang telah tercipta disela-sela waktu,di antara pertemanan. Dia masih terdiam. Aku tak kuat menahan rasa ini,rasa yang sejatinya ada pada dirinya. Rasa yang selalu di berikan,di akhir pertemuan.
Aku mulai menyadari,semua ini hanya tentang waktu. Aku tak bisa memaksanya,untuk bisa tetap seperti di awal,yang hangat dan nyaman,dan aku tak ingin menolongnya,di saat dia mulai mendingin,karena dia juga tak menjerit ataupun meminta ku melakukan sesuatu. Dia tetap terdiam,dengan tenang dan bijak dia mengakhiri pertemuan ini. Tak ada pelukan,kecupan atau jabat tangan layak seorang teman. Kami hanya saling pandang,dia dengan segala kepahitannya,dan aku dengan segala perasaan ku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar